Jumat, 18 Februari 2011

Mesjid UI

Membuat Kompos Ala petani

CARA MEMBUAT KOMPOS
Kompos Padat
Sumber bahan kompos
1. Air kelapa atau air nira
2. Air Beras
3. Gula merah atau gula putih
4. Kotoran hewan
5. Ampas kelapa
6. Daun titonia (bunga matahari) beserta batangnya
7. Kotoran hewan
8. Batang pisang
9. Pucuk daun singkong
10. Jerami
11. Pucuk daun hijauan
12. Sekam padi (bakar)
13. Tanah kayu lapuk (hampir hancur)
14. Buah-buahan busuk

Cara pembuatan:
1. Campur bahan cairan MOL 1 + 2 + 3 + 4, tambahkan air secukupnya dan aduk hingga rata di dalam tong, kemudian ditutup rapat, dan siapkan selama 1 minggu
2. Aduk bahan tersebut setiap jam 12 siang setiap hari selama 1 minggu
3. Pada hari 7, siapkan bahan hijauan 5 + 6 + 7 + 8 + 9 + 10 + 11 + 12 + 13(bahan-bahan tersebut dicincang sampai halus)
4. Siapkan lubang ukuran lebar 1 m x 1 m, dan alasi dengan plastic hitam
5. Masuk kan bahan hijauan sedalam 15 cm kedalam lubang dan siram dengan cairan MOL dan aduk hingga rata
6. Kemudia masukkan bahan hijauan lagi setinggi 15 cm kedalam lubang dan siram dengan cairan MOL dan aduk hingga rata, demikian hingga seterusnya sampai lubang penuh
7. Lubang tersebut ditutup dengan plastic dan biarkan selama 3 minggu
8. 4 minggu kemudian, cek kompos tersebut apakah sudah berwarna hitam merata

Ciri-ciri kompos yang matang:
1. Kompos berwarna hitam
2. Lembek
3. Dingin
4. Tidak ada belatung (belatung sudah mati)
5. Lembab

Aplikasi:
1. Pastikan kompos sudah matang dengan melihat cirri-ciri seperti di atas. Masukkan 1 kg kompos kedalam lubang tanam
2. Pada tanaman yang sudah di tanam: taburkan kg kompos disekitar batang tanaman



Kompos Cair
Sumber bahan kompos
1. Air kelapa (berfungsi sebagai ZPT)
2. Air Beras
3. Gula merah atau gula putih
4. Kotoran hewan
Cara pembuatan:
1. Campur bahan cairan MOL 1 + 2 + 3 + 4, tambahkan air secukupnya dan aduk hingga rata di dalam tong, kemudian ditutup rapat, dan siapkan selama 1 minggu
2. Aduk bahan tersebut setiap jam 12 siang setiap hari selama 2 sampai 3 minggu

Aplikasi:
1. Siramkan pada batang tanaman yyang sudah tumbuh di lapangan







Zat Pengatur Tumbuh Tanaman (ZPT)
Bahan- bahan:
1. Air kelapa
2. Urin sapi atau kambing
3. Air gula
4. Lindi daun titonia
5. Lindi daun ubi
Cara pembuatan lindi:
1. Bungkus daun titonia atau dan ubi ke dalam plastic (kedap udara), ikat rapat lalu kemudian disimpan
2. Biarkan selama 1 sampai 2 minggu hingga menjadi cairan kemudian saring (ambil airnya)
3. Campus semua bahan atau masing-masing lalu disaring

Aplikasi:
1. Semprot pada daun dan batang tanaman yang sudah tumbuh di lapangan

Keterangan : Bahan-bahan di atas bukan lah bahan yang mutlak, prinsipnya adalah menggunakan bahan-bahan yang berpotensi yang ada di sekitar kita. Selamat mencoba dan semoga bermanfaat.

Lahan Alang-alang

17 Desember 2009

Rencana Pengelolaan Agroforestry di Kawasan Padang Alang-alang dengan Mempertimbangkan Konsep Pengendalian Hama Terpadu

Ridahati Rambey/E451090021

I. Pengendalian Hama Terpadu

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan dasar kebijakan pemerintah dalam melaksanakan kegiatan perlindungan tanaman. Landasan hukum dan dasar pelaksanaan kegiatan perlindungan tanaman adalah Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan Keputusan Menteri Pertanian No. 887/Kpts/ OT/9/1997 tentang Pedoman Pengendalian OPT. Secara operasional, dalam implementasinya terutama berkaitan dengan otonomi daerah, disesuaikan dengan pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan sesuai Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang pelaksanaan otonomi daerah.

Pengendalian hama terpadu didefinisikan sebagai cara pendekatan atau cara berfikir tentang pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan berkelanjutan. Dengan pengertian ini, konsepsi PHT telah sejalan dengan paradigma pembangunan agribisnis. Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan pengendalian hama secara konvensional yang menekankan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida dalam kerangka penerapan PHT secara konvensional ini menimbulkan dampak negatif yang merugikan baik ekonomi, kesehatan, maupun lingkungan sebagai akibat penggunaan yang tidak tepat dan berlebihan.

Pelaksanaan program pengendalian hama terpadu (Integreted Pest Management) merupakan langkah yang sangat strategis dalam kerangka tuntutan masyarakat dunia terhadap berbagai produk yang aman dikonsumsi, menjaga kelestarian lingkungan, serta pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan yang memberikan manfaat antar waktu dan antar generasi. Salah satu pertimbangan dasar, pentingnya melakukan introduksi teknologi PHT, adalah adanya pergeseran strategi pembangunan dari pendekatan pertumbuhan, top down, dan bersifat jangka pendek (pola pembangunan konvensional) ke arah pendekatan pembangunan pemerataan, partisipatif, jangka panjang dan berkelanjutan yang disebut pola pembangunan berkelanjutan (Suniarsyih 2009 dalam Salim, 1991 ).

II. Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan kawasan HTI di Lahan alang-alang

Tahapan

Kegiatan

Catatan

Tahun I

1. Pembuatan sketsa lahan

(dilakukan bulan I)

1. Penentuan jarak tanam dan bentuk larikan

2. Penggilasan alang-alang (dilakukan bulan I)

2. Penggilasan alang-alang dapat dilakukan dengan balok kayu atau tong hingga roboh yang menyebabkan alang-alang akan mati.

3. Pembersihan jalur penanaman tanaman penutup tanah (kacang-kacangan). Disertai dengan pembuatan jalur tanaman (pohon sengon)

3. Sebagai tempat bagi tanaman untuk berkembang dengan baik

4. Penanaman tanaman penutup tanah (dilakukan bulan ke dua setelah penggilasan alang-alang)

4. Tujuannya adalah menekan pertumbuhan alang-alang

5. Setelah 6-7 bulan penutup tanah dimatikan (kacang-kacangan)

5. Memberikan kesempatan kepada pohon agar tumbuh lebih baik. Serta pemanfaatan lahan dengan menanam tanaman semusim

6. Penanaman pohon

6. Penanaman pohon dilakukan pada tahun pertama dan kedua.

Tahun Ke II

7. Penanaman pohon sengon

7. Langkah pertama adalah membuat denah barisan, pada lahan yang datar barisan-barisan tersebut dibuat memanjang dari arah timur ke barat. Jarak tanam 2 x 3m. Sebaiknya digunakan model tanam empat persegi panjang sehingga membuat lajur/larikan lebih lebar dan lebih mudah untuk mengelola tanaman sela. Tempat untuk menanam pohon ditandai dengan ajir untuk memudahkan pengelolaan tanaman sela terutama pada saat menyiangi.

lahan

8. Penambahan nutrisi tanaman

8. Lahan bekas penutup kacang-kacangan diasumsikan dapat menambah N pada tanah. Dan dapat juga dilakukan penambahn nutrisi dengan kompos dan mikoriza

9. Pengendalian Alang-alang selanjutnya

9. Dapat dilakukan dengan penanaman tanaman semusim seperti ubi rambat, sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma. Penanaman tanaman semusim dilakukan dengan sistem rotasi (jenis tanaman seperti nenas, keladi, kunyit, ubi rambat dan jahe)

Tahun ke III

10. Pemeliharaan tanaman

10. Pemeliharaan yang dilakukan antara lain pendangiran, pemangkasan dan penambahan nutrisi tanaman bila diperlukan (termasuk pengelolaan hama terpadu).

Tahun ke IV

11. Penjarangan

11. Pada usia 3-4 tahun lingkar batang mencapai : 60 s/d 75cm. Selain Tujuan penjarangan pohonnya sudah dapat dijual.

Tahun Ke V dan ke VI

12. Pemeliharaan

12. Pemeliharaan yang dilakukan antara lain pendangiran, pemangkasan dan penambahan nutrisi tanamn bila diperlukan (termasuk pengelolaan hama terpadu).

Tahun ke VII

13. Pemanenan

13. Pada usia 7 sampai 8 tahun pemanenan sudah dapat dilakukan.

Tahun ke VIII

14. Perencanaan penanaman selanjutnya

Penanaman pohon selanjutnya dengan rotasi (pemilihan jenis tanaman lain)

Selanjutnya penjelasan mengenai tahapan pengelolaan kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan kawasan HTI di Lahan alang-alang akan dibahas di bawah ini.

III. Mengenal Ekologi Alang-alang

Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome) yang menyebar luar di bawah permukaan tanah. Beberapa jenis tanaman terganggu pertumbuhannya karena adanya zat beracun (allopati) yang dikeluarkan oleh rimpang dan akar alang-alang. Ketika sudah berkembang, Alang-alang merupakan bahan baker yang mudah terbakar. Kebakarn mempercepat pembungaan dan pembentukan tunas akar rimpang. Alang-alang dapat berkembang biak melalui biji dan akar rimpang, namun pertumbuhannya terhambat bila ternaungi. Oleh karena itu salah satu cara mengatasinya adalah dengan jalan menanam tanaman lain yang lebih cepat dan dapat menaungi.

Hasil percobaan lapang dan survey pada lahan petani di daerah Lampung Utara menunjukkan bahwa untuk membasmi alang-alang secara biologi diperlukan penanungan yang dapat mengurangi sinar matahari yang masuk minimal 80% dari jumlah total sinar pada tempat-tempat terbuka, dan waktu yang diperlukan minimal 2 bulan. (Katheleen, 2000).

IV. Persiapan Lahan

Pengelolaan lahan alang-alang dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu dengan pengendalian kimia, biologi dan fisik. Pengelolaan hama terpadu lebih disarankan pada pengendalian secara fisik dan biologi. Karena kalau misalnya dilakukan dengan kimia (herbisida) jika lahan alang-alang tersebut kering, maka berpotensi menjadi penyebab kebakaran yang akan menyebabkan tanah menjadi kurang subur serta memungkinkan hilangnya mikroorganisme tanah.

1. Pengendalian alang-alang secara fisik

Penggilasan alang-alang merupakan teknik perlindungan terhadap kebakaran yang biasa dalam pemeliharaan permudaan alam dan sgroforestry. Penggilasan bisa juga disebut penggulungan. Hamparan alang-alang dirobohkan rata dengan permukaan tanah melalui penekanan dengan menggunakan balok kayu (seperti gerakan menumbuk) atau dengan menggunakan tong (tabung silinder) berat yang didorong menggelinding di atas hamparan alang-alang. Penggilasan akan merobohkan batang pokok alang-alang seperti pipa air plastic yang dibekuk, dan beratnya biomass alang-alang kan membantu mempertahankan alang-alang pada posisi roboh. Dengan demikian alang-alang dan rumput lain di bagian bawah akan mati. Kendala: kebakaran akan tetap akan terjadi walaupun alang-alang telah digilas. Namun demikian kebakaran akan berlangsung lebih lambat, dan bila tegakan alang-alang bisa dikurangi mencapai 25 cm dari permukaan tanah maka tinggi kobaran api diperkirakan sekitar 50 cm, dimana pada ketinggian ini api relative masih mudah untuk dipadamkan.

Keuntungan dari penggilasan :

  1. Penggilasan alang-alang sangat mengurangi kobaran api, karena terganggunya sirkulasi udara pada tumpukan alang-alang.
  2. Alang-alang yang tumbuh kembali setelah penggilasan hanya sekitar 20 – 60% dibandingkan kecepatan tumbuh kembali setelah penebasan. Oleh karena itu penggilasan itu tidak perlu diulang terlalu sering seperti pada penebaan.
  3. Penggilasan lebih mudah dilakukan daripada penebasan. Seorang pekerja yang kuat dan berpengalaman dapat melakukan penggilasan sekitar 900 m2 per hari. Bahkan penggilasan dapat dilakukan oleh wanita dan anak-anak.
  4. Penggilasan dapat membnatu mengurangi naungan alang-alang terhadap tanaman lain (misalnya anakan pohon)
  5. Memudahkan orang berjalan pada alang-alang setelah penggilasan.
  6. Penggilasan alang-alang merupakan mulsa bagi tanah, biomas bagian bawah kan mulai terdekomposisi dalam waktu beberapa minggu dan gulma lain dapat dicegah.

Kapan dilakukan penggilasan?

  1. Penggilasan dilakukan bila tinggi alang-alang telah mencapai 1 m. Bila alang-alang masih terlalu muda dan tingginya masih kurang dari 1 meter, penggilasan kurang efektif karena alang-alang akan tegak kembali.
  2. Penggilasan dilakukan pada awal musim penghujan dan musim kemarau. Pada musim penghujan, lakukan penggilasan alang-alang dalam keadaan basah, karena air pada daun akan membantu melekatkan antar daun sehingga menjadi berat dan tidak memudahkan alang-alang tegak kembali. Dengan demikian naungan alang-alang terhadap anakan pohon dapat dikurangi, dan membantu tanaman (merambat) lainnya untuk melilit dan menutupnya sehingga dapat membantu tanaman (merambat) lainnya untuk melilit dan menutupnya sehingga dapat membantu mengurangi populasi alang-alang.
  3. Penggilasan dilakukan pada awal musim kemarau untuk mengurangi bahaya kebakaran.

Arah penggilasan:

1. Bila alang-alang telah rebah ke satu arah, penggilasan selanjutnya harus dilakukan pada arah yang sama pula.

2. Untuk tanah berlereng, penggilasan dilakukan dari atas menuju kearah bawah karena lebihmudah dan efektif dibandingkan dari arah kebalikannya.

3. Penggilasan terhadap alang- alang harus dilakukan kea rah yang sama, bila penggilasan berserakan maka alang-alang tidak bisa rebah sedatar permukaan tanah.

2. Dilakukan Pengendalian secara Biologi (Penanaman tanaman kacang-kacangan penutup tanah).

Penanaman tanaman kacang-kacangan penutup tanah dapat berfungsi sebagai mulsa hidup, untuk mengendalikan erosi dan mencgah timbulnya gulma. Tanaman ini sangat umumnya sangat bermanfaat untuk mencegah alang-alang tumbuh kembali setelah dapat dikendalikan. Tanaman kacang-kacangan ini banyak di tanam sebanyak tanaman sel. Beberapa contoh tanaman kacang-kacangan penutup tanah yaitu Calopogonium mucunoides (kacang asu), Centrosema pubescens, Mucuna pruriens (koro benguk), Phaseolus carcaratus (kacang oci), pueraria spp (kacang ruji).

Selain untuk menghindari mengahambat pertumbuhan alang-alang tanaman kacang-kacangan ini juga berfungsi untuk menambat nitrogen, menguangi aliran permukaan dan menjaga kelembaban tanah dan mencegah timbulnya gulma. Penebaran biji kacang-kacanagan dapat penutup tanah dapat secara langsung di padang alang-alang yang sudah dilindas. Studi kasus di Vietnam utara para petani di daerah lahan kering merehabilitasi padang alang-alang dengan cara menebar kacang oci dilahan yang telah di baker terlebih dahulu.

V. Pemilihan Jenis Tanaman dan Pola Penanaman

Pola penanaman dilakukan dengan beberapa jenis tanaman. Ditanam dengan kombinasi tanaman yang cepat tumbuh dengan jarak tanam yang disesuaikan. Tanaman kayu yang digunakan biasanya yang cepat tumbuh yaitu:

  1. Sengon (Paraserianthes falcataria).

Lahan yang telah dieprsiapkan ditananami sengon (Paraserianthes falcataria) dengan jarak tanam 2 x 2 atau 2 x 2.5 atau 2 x 4 m2. Menurut Tjitrosemito dan Soerjani (1991) pada sengon yang berumur antara 5-8 tahun intensitas cahaya yang sampai di permukaan tanah antara 18-28% dari total cahaya penuh. Pada intensitas ini, alang-alang dapat ditekan pertumbuhannya, tetapi masih mampu untuk tumbuh kembali.

  1. Penanaman penanaman tanaman semusim seperti ubi rambat, sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma. Penanaman tanaman semusim dilakukan dengan sistem rotasi (jenis tanaman seperti nenas, keladi, kunyit, ubi rambat dan jahe).

Sengon atau albasia (Parasenanthes falcataria/albizia falcatara), kadang-kadang orang menyebutnya jeungjing, merupakan tanaman kayu yang dapat mencapai diameter cukup besar apabila telah mencapai umur tertentu. Tanaman sengon dapat tumbuh pada sebaran kondisi iklim yang sangat luas, dengan demikian dapat tumbuh dengan baik hampir di sembarang tempat. Beberapa keunggulan lain tanaman sengon antara lain:

  • Pertumbuhannya sangat cepat sehingga masa layak tebang dalam umur yang relatif pendek.
  • Karena memiliki perakaran yang dalam, sehingga dapat menarik hara yang berada pada kedalaman tanah ke permukaan.
  • Mudah bertunas kembali apabila ditebang, bahkan apabila terbakar.
  • Biji atau bagian vegetatif untuk pembiakannya mudah diperoleh dan disimpan.

Berdasarkan pada beberapa keistimewaan itulah tanaman albasia dijadikan tanaman penghijauan hampir di semua wilayah. Lebih penting lagi, tanaman albasia memiliki nilai ekonomis tinggi.

Bagian terpenting yang mempunyai nilai ekonomi pada tanaman sengon adalah kayunya. Pohonnya dapat mencapai tinggi sekitar 30–45 meter dengan diameter batang sekitar 70 – 80 cm. Bentuk batang sengon bulat dan tidak berbanir. Kulit luarnya berwarna putih atau kelabu, tidak beralur dan tidak mengelupas. Berat jenis kayu rata-rata 0,33 dan termasuk kelas awet IV - V.

Kayu sengon digunakan untuk tiang bangunan rumah, papan peti kemas, peti kas, perabotan rumah tangga, pagar, tangkai dan kotak korek api, pulp, kertas dan lain-lainnya. Tajuk tanaman sengon berbentuk menyerupai payung dengan rimbun daun yang tidak terlalu lebat. Daun sengon tersusun majemuk menyirip ganda dengan anak daunnya kecil-kecil dan mudah rontok. Warna daun sengon hijau pupus, berfungsi untuk memasak makanan dan sekaligus sebagai penyerap nitrogen dan karbon dioksida dari udara bebas.

Sengon memiliki akar tunggang yang cukup kuat menembus kedalam tanah, akar rambutnya tidak terlalu besar, tidak rimbun dan tidak menonjol kepermukaan tanah. Akar rambutnya berfungsi untuk menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu tanah disekitar pohon sengon menjadi subur.

Dengan sifat-sifat kelebihan yang dimiliki sengon, maka banyak pohon sengon ditanam ditepi kawasan yang mudah terkena erosi dan menjadi salah satu kebijakan pemerintah melalui DEPHUTBUN untuk menggalakan ‘Sengonisasi’ di sekitar daerah aliran sungai (DAS) di Jawa, Bali dan Sumatra.

Bunga tanaman sengon tersusun dalam bentuk malai berukuran sekitar 0,5 – 1 cm, berwarna putih kekuning-kuningan dan sedikit berbulu. Setiap kuntum bunga mekar terdiri dari bunga jantan dan bunga betina, dengan cara penyerbukan yang dibantu oleh angin atau serangga.

Buah sengon berbentuk polong, pipih, tipis, dan panjangnya sekitar 6 – 12 cm. Setiap polong buah berisi 15 – 30 biji. Bentuk biji mirip perisai kecil dan jika sudah tua biji akan berwarna coklat kehitaman,agak keras, dan berlilin (webmaster@lablink.or.id, 2008).

VI. Budidaya Tanaman Sengon

a. Persemaian

Bibit tanaman sengon dapat diperoleh melalui penyemaian biji, trubusan , atau melalui kultur jaringan. Secara tradisional , persemaian dibuat di sekitar kebun sengon, berukuran (1x2 meter) sampai (1x5 meter) berupa bedeng tabur. Bedeng tabur dibuat 10-15 cm lebih tinggi dari permukaan tanah, dibersihkan dari kotoran dan batu, serta digemburkan.1 Kilogram biji sengon kering berisi lebih kurang 40.000 butir . Sebelum di tabur ke bedeng tabur ,biji sengon harus diseduh dengan air mendidih, kemudian direndam dalam air dingin selama 24 jam. Biji ditabur dengan jarak larikan 10 cm . Setelah berumur 1-1,5 bulan bibit dipindahkan ke kantong plastik atau pesemaian dengan jarak 10x10 cm. Atau dengan cara benih langsung ditabur dalam kantong plastik.Bibit berbentuk plances siap ditanam setelah berumur 4-6 bulan, sedang dalam bentuk stump setelah berumur 8-12 bulan. Pada musim hujan bibit harus siap ditanam.

b. Penanaman

Lapangan tanaman harus di persiapkan dengan baik. Lubang complongan dibuat dengan ukuran 30x30x30 cm. Penanaman dengan plances dilakukan dengan membuka kantong plastiknya lebih dulu . Jika ditanam dengan stump , harus dibuat dengan ukuran panjang 30-100 cm .Pada saat menanam, baik dengan plances maupun stump harus diusahakan agar akar tunggangnya tidak terganggu .Anakan yang berasal dari trubusan biasanya dengan meninggalkan 1-2 batang yang tumbuh dari tunggak, namun volume yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan . Karenanya , untuk memperoleh bibit yang baik , sebaiknya menggunakan biji hasil seleksi atau anakan yang berasal dari kultur jaringan. Jarak tanam yang optimum tergantung pada sasaran yang diharapkan . Untuk hasil kayu sebagai bahan pulp, maka jarak tanam yang pendek (2x3 meter) atau (3x3 meter) . Sedang untuk bahan bangunan dan keperluan industri , jarak tanamnya perlu lebih lebar , baik melalui penjarangan maupun langsung dengan jarak tanam : (4x4 meter), (4x5 meter) atau (5x5 meter).

c. Pemeliharaan

Untuk memperoleh kayu yang baik , pemeliharaan tanaman sengon perlu dilakukan . Antara lain : memangkas bagian cabang terbawah , dan memberantas hama penggerek kayu (boktor) secara terus menerus sejak awal.

d. Pemungutan hasil

Pada umur lima tahun pohon sengon sudah dapat dimanfaatkan kayunya sebagai kayu pertukangan, bahan baku pabrik kertas atau kayu bakar. Pada umur ini ,jika perlu dilakukan tebang penjarangan atau tebang pilih. Pada tempat yang dilakukan penebangan, dilakukan penanaman kembali agar produk dan kesuburan lahan dapat terjaga secara lestari dan berkesinambungan. Umur masak tebang pohon sengon adalah 9 tahun. Pada umur ini, setelah ditebang sebaiknya dilanjutkan dengan peremajaan sengon, yakni dengan penanaman kembali. Pengolahan dan pemasaran Pengolahan kayu secara sederhana dapat dilakukan dengan dipacak atau digergaji untuk membuat papan atau balok . Namun dengan cara ini, hasil kayunya kurang bermutu sehingga harga yang dicapai rendah. Untuk memperoleh nilai tambah yang lebih tinggi, dapat dilakukan pengolahan lebih lanjut menjadi moulding, chips, jointed board, claping board, dan lain-lain .

e. Pemasaran

Pemasaran kayu sengon dapat ditempuh dengan cara :

  1. Menjual langsung ke pasar.
  2. Menjual melalui Koperasi Unit Desa (KUD) .
  3. Ke industri kayu terdekatKayu sengon dapat juga dijual ke Perusahaan kayu, pengepul/pedagang kayu.

Prospek penanaman sengon cukup cerah . Adanya jaminan pemasaran ,baik didalam negeri maupun diluar negeri dengan harga yang kian mantap, sangat menguntungkan petani tanaman sengon ,yang berupa Kayu pertukangan, kayu bakar, serta palawija yang ditanam secara tumpangsari pada kebun sengon . Sementara itu kebutuhan pembiayaan meliputi pengadaan bibit, penanaman, pupuk, obat-obatan , dan pemeliharaan.Pengalaman petani penanam sengon menyebutkan, penjualan hasil-hasil yang dipungut , setelah dikurangi seluruh biaya yang dibutuhkan, menghasilkan nilai keuntungan yang cukup besar .Pengolahan lebih lanjut melalui industri perkayuan menghasilkan nilai tambah per m3 bahan baku yang cukup tinggi (Hamiudin, 2007) .

Daftar Pustaka

1. ________. 2008 (Web Master Tasik Malaya, 2008). Sengon. http://www.tasikmalayakab.go.id/content/view/18/27/. 14 Desember 2009.

2. Hamiudin. 2007. Budidaya Sengon. www.skma.org/skmaorg. 16 Desember 2009.

3. Purnomosidhi, P, Rahayu, S. _____. Pengendalian Alang-alang dengan Pola Agroforestri. www.worldagroforestry.org. 10 Desember 2009

4. Suniarsyih, NS. 2009. Pengendalian hama Penyakit dan Gulma Secara Terpadu (PHPT) wibowo19.wordpress.com. 15 Desember 2009.

4. Kathelen, dkk. 2000. Rehabilitasi Padang Alang-Alang Menggunakan Agroforestry dan Pemeliharaan Permudaan Alam. ICRAF. Bogor.

Senin, 27 Desember 2010

Peran Satwa dalam Proses Reklamasi Lahan

Peran Satwa dalam Proses Reklamasi Lahan Tambang

Ridahati Rambey/2010

Peran satwa dalam proses reklamasi lahan bekas tambang membantu mempercepat proses suksesi sehingga diperlukana penanaman jenis tanaman buah yang berfungsi sebagai fasilitator munculnya burung. Jika burung telah masuk ke dalam habitat, hal ini akan lebih mempercepat regenerasi hutan. Dimana burung akan memakan buah-buahan tersebut dan melepaskan kotoran ke lantai hutan. Kotoran burung akan mengundang mikroba untuk mempercepat proses dekomposer di tanah. Disamping itu burung juga akan menjadi pollinator, dimana melalui kotorannya biji akan keluar dan mudah untuk berkecambah. Spesies yang di tanam haruslah simbiosis mutualisme agar proses suksesi berjalan dengan cepat. Satwa juga berperan penting dalam kegiatan penyerbukan dan penyebaran benih tanaman dalam suatu ekosistem.

Ada beberapa jenis pohon yang dapat mengundang burung ke dalam suatu ekosistem yaitu pohon beringin (Ficus benjamina), salam (Eugenia polyanta), melastoma (Melastoma malabathricum), macaranga (Macaranga mappa), mallotus (Mallotus Spp) dan trema. Pohon-pohon ini mempunyai buah yang di sukai oleh burung sebagai sumber makanan. Sedangkan untuk habitat burung biasanya adalah pohon-pohon bercabang sejajar seperti pulai (Alstonia scholaris).

Pohon yang disukai burung biasanya mempunyai karakter daun lunak yang cepat terdekomposisi dan mengandung nitrogen yang tinggi. Pada akhirnya satwa sangat berperan dalam pembentukan struktur hutan, dimana struktur hutan sangat berkaitan erat dengan komposisi jenisnya.

Satwa dengan berbagai macam ukuran adalah bagian yang sangat diperlukan dari sebuah ekosistem hutan. Sebagai factor biotic mereka mempunyai pengaruh yang nyata untuk komposisi komunitas hutan dan berlangsungnya siklus ekosistem. Satwa, dikatakan sangat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu lingkungan fisik dan oleh tumbuhan dimana tempat mereka berasosiasi.

Tumbuhan menyediakan tempat berlindung dan makanan bagi satwa. Makanan yang dihasilkan dari tumbuhan hijau hasil dari hubungan erat antara tumbuhan-satwa; mereka membentuk rantai makanan. Masing-masing rantai makanan terdiri dari pemakan tumbuhan (herbivore), hewan predator dan parasit makan pada phytopages dan ada juga binatang memakan bangkai hewan dan kotoran. Siklus rantai makanan tumbuhan – satwadilengkapi oleh pengurai (tumbuhan-hewan) menguraikan mineral sampah tumbuhan dan kotoran satwa.

Bakteri Rhizobium

Mekanisme Infeksi Bakteri Rhizobium pada Akar Tanaman

Ridahati Rambey 2010

Sejarah

Penemuan fiksasi nitrogen yang konsisten dalam ekstrak yang bebas sel dari Clostridium pasteurianum oleh Carnahan dan kawan-kawan di laboratorium Du Pont di Amerika Serikat pada tahun 1960, merupakan tonggak sejarah dalam bidang fiksasi nitrogen secara biologi. Perluasan pengetahuan yang cepat dalam genetika bakteri telah memberikan pengaruh besar dalam studi mengenai bakteri penambat N. Genetika mikroorganisme penambat nitrogen dipelajari oleh Postgate dan kawan-kawan di Inggris dan gen yang bertanggungjawab untuk fiksasi nitrogen sudah berhasil dipindahkan dari bakteri penambat nitrogen ke bakteri yang bukan penambat nitrogen (Rao, 1994).

Pengertian Rhizobium

Bakteri rhizobium adalah salah satu contoh kelompok bakteri yang berkemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok bakteri ini kan menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar di dalamnya. Rhizobium hanya dapat memfiksasi nitrogen atmosfer bila berada di dalam bintil akar dari mitra legumnya. Peranan Rhizobium terhadap pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan dengan masalah ketersediaan hara bagi tanaman inangnya.

Suatu pigmen merah yang disebut leghemeglobin dijumpai dalam bintil akar antara bakteroid dan selubung membrane yang mengelilinginya. Jumlah leghemeglobin di dalam bintil akar memeliki hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang di fiksasi (Rao, 1994)

Rhizobium yang berasosasi dengan tanaman legume mampu menfiksasi 100-300 kg N/ha dalam satu musim tanam dan meninggalkan sejumlah N untuk tanaman berikutnya. Permasalahan yang perlu diperhatikan adalah efisiensi inokulan rhizobium untuk jenis tanaman tertentu. Rizobium mampu mencukupi 80% kebutuhan nitrogen tanaman legume dan meningkatkan produksi anatara 10 % - 25%. Tanggapan tanaman sangat bervariasi tergantung pada kondisi tanah dan efektifitas populasi asli (Sutanto, 2002 dalam Rahmawati 2005).

Klasifikasi Rhizobium

Bakteri – bakteri yang termasuk dalam genus rhizobium hidup bebeas dalam tanah dan dalam daerah perakaran tumbuh-tumbuhan legume maupun bukan legume. Walaupun demikian, bakteri rhizobium dapat bersimbiosis hanya dengan tumbuh-tumbuhan legume, dengan menginfeksi akarnya dan membentuk bintil akar di dalamnya; pengecualian satu-satunya adalah bintil akar pada trema (parasponia) oleh Rhizobium sp. Bakteri bintil akar telah dibedakan berdasarkan pertumbuhan nya pada substrat tertentu, sebagia cepat tumbuh dan lambat tumbuh.

Genus 1 : Rhizobium

R. leguminosarum, R meliloti, R Loti merupakan galur-gallur yang tumbuh cepat membentuk bintil.

Genus 2. Bradyrhizobium (spesies : Bradyrhizobium sp, B. japonicum)

Galur-galur yang tumbuh lambat, memiliki flagel polar atau subpolar yang membentuk bintil pada kedelai, Lotus uliginosus, L. pendutulatus, dan vigna. Yang termasuk galur-galur yang tumbuh lambat membentuk bintil pada cicer, sesbania, leucaena, mimosa, lablab dan acasia. (Rao,1994)

Struktur Bintil

Pusat dari bintil yang masuk membentuk zone bakteroid yang dikelilingi oleh beberapa lapis sel korteks. Volume relative jaringan bakteroid (16 samapai 50% dari berat kering bintil) jauh lebih besar pada bintil yang efektif dibanding pada bintil yang tidak efektif. Volume jaringan bakteroid dalam bintil yang efektif memiliki hubungan langsung yang positif dengan jumlah nitrogen yang difiksasi. Bintil yang tidak efektif yang dihasilkan oleh galur-galur yag tidak efektif umumnya kecil dan mengandung jaringan bakteroid yang tidak berkembang baik yang berhubungan dengan keabnormalan strukturnya. Bintil yang efektif umumnya besar dan berwarna merah muda (karena leghemoglobin) dengan jaringan bakteroid yang berkembang dan terorganisasi dengan baik (Rao, 2004).

Sebuah bakteroid yang berkembang baik tidak memiliki falgel dan di kelilingi oleh 3 unit membrane. Terdapat suatu system membrane intrasitoplasmik di dalam jaringan bakteroid bintil akar semanggi bawah tanah. Daerah inti bakteroidtampak terbagi-bagi dan berhubungan dengan sitoplasma granuler. Bakteroid- bakteroid dapat dihasilkan secara in vitro pada suatu medium yang mengandungekstrak khamir 3,5 %. Kafein beberapa alkaloid lain juga merrangsang dihasilkannya bakteroid pada medium buatan. Tergantung dari legumnya, setiap bakteroid atau kelompok bakteroid dikelilingi oleh selubung membrane yang identatasnya diinterpretasikan macam-macam, mungkin karena digunakannya teknik yang berbeda-beda dalam mempelajari struktur halus ini (Rao, 2004).

Faktor yang mempengaruhi pembentukan bintil akar

Factor lingkungan yang mempengaruhi penamban N2 oleh rhizobium adalah keasaman tanah, kandungan hara, fotosintesis, iklim dan pengelolaan tanaman.

1. Keasaman tanah. Kemasaman tanah sangat mempengaruhi infektifitas dan efektifitas rhizobium, pengeruhnya nyata pada pembibitan dan fiksasi N2 udara. Rhizobia dan akar tanaman kacang-kacangan dapatt diruikan oleh unsure meracun Al3+ dan H2PO4- tersedia. Sensitifitas rhizobium terhadap kemasaman tanah berbeda menurut spesiesnya. Rhizobium meliloti pada perakaran alfalfa sangat berkurang populasinya pada tanah dengan pH kurang dari 6. Hal ini menyebabkan bintil akar dan hasil alfafa sangat berkurang. Lain halnyya dengan R trifoli dimana jumlah bintil akar dan hasil tanaman inang red clover tidak berpengaruh pada pH berkisar 5,0-7,0.

2. Kandungan hara.

Maksimum penambatan N2 terjadi hanya bila ketersediaan N di dalam tanah minimum. Kelebihan konsentrasi NO3- di dalam tanah dapat mengurangi aktifitas nitrogenase sehingga mengurangi aktivitas nitrogenase sehingga mengurangi aktivitas rhizobium dan penambatan N2. Pengurangan penambatan N2 dihubungkan dengan adanya kompetisi untuk fotosintat antara reaksi reduksi NO3- dan penambatan N2.

3. Fotosintsis dan iklim.

Pembentukan Simbiosis antara Rhizobium dengan Leguminose

Simbiosis antara Rhizobium dengan Leguminose dicirikan oleh struktur bintil akar pada tanaman inang (leguminoseae). Pembentukan bintil akar dimulai dengan sekresi produk metabolism tanaman ke daerah perakaran yang menstimulasi pertumbuhan bakteri. Proses pembentukan bintil akar di awaali dengan kolonisasi bakteri bintil akar di rhizosfer tanaman kacang-kacangan. Penelitian Chebotar et al. (2001) memperlihatkan kolonisasi B japonicum 5 hari setelah inokulasi pada tanaman kedelai terdapat pada ujung akar dan permukaan akar dekat ujung akar. Tchebotar et al, (1998) mengatakan Koinokulasi antara A. lipoferum T1371 dan R. leguminosarum pada tanaman clover white, menunjukkan terjadinya kolonisasi bakteri pada pangkal akar, akar sekunder pada rambut akar (Rahmawati, 2005)

Setelah terjadi kolonisasi pada akar oleh galur rhizobium yang cocok, proses infeksi dan nodulasi terjadi lebih kurang sebagai berikut:

1. Deformasi (perubahan bentuk) bulu akar (yaitu membelok atau bercabang), mungkin sebagai respon terhadap etilen, yang dirangsang oleh IAA.

2. Pembentukan benang infeksi untuk mentransfer sel-sel bakteri ke dalam korteks akar

3. Pelepasan bakteri ke dalam sel-sel korteks

4. Pembentukan meristem bintil dan perluasan bintil dengan pembelahan sel-sel korteks.

5. Pembesaran sel-sel korteks yang terinfeksi di bagian dalam bintil

6. Dalam bintil yang lebih tua, hilangnya selubungg bakteroid (bakteri bintil) dan aktifitas nitrogenase dengan dimulainya proses penuaan (Gardner, et al. 1991).

Mekanisme Infeksi Rhizobium pada Akar Tanaman

Rambut akar normal

Pengeluaran zat organic olehh akar

Akumulasi rhizobium dalam rhizosfer

Triptofan berubah menjadi asam indol asetat

Penggulungan dan deformasi rambut akar

Ikut sertanya lektin dalam pengenalan rhizobium

Penggabungan rhizobium ke dalam dinding sel dan partisipasinya dalam “intussusepsi”

Invaginasi sel rambut akar membentuk benang infeksi insipient (yang baru jadi)

Benang yang mengandung bakteri bentuk batang meluas ke dalam sel rambut akar yang dipandu oleh nucleus rambut akar

Masuknya benang infeksi ke dalam korteks akar dan mengadakan percabangan (Rao, 2004).

Tampaknya terdapat suatu interaksi yang mendalam antara nucleus sel rambut akar dan benag infeksi yang diawali pada ujung bagian rambut akar yang menggulung. Nukleus memberi petunjuk mengenai jalur benang infeksi di dalam rambut akar yag menggulung. Nukleus memeberi petunjuk menegenai jalur benang infeksi di dalam rambut yang terbukti dari adanya fakta bahwa apabila nucleus menjadi tidak terorganisasi, pertumbuhan benang kan berhenti. Apabila nucleus bergerak ke ujung distal dari rambut dan kemudian bergerak kea rah ujung proksimal dekat korteks, benang infeksi juga bergerak ke atas dan ke bawah sebelum memasuki korteks. Jelaslah, bahwa suatu bentuk pesan atau impuls dipindahkan dari nucleus inang ke kandungan dari benang infeksi.

Penelitian intensif terhadap kecambah semanggi telah menunjukkan butir-butir penting berikut mengenai infeksi rambutt akar: (1) infeksi rambut akar tidak terjadi secara acak tetapi terjadi pada beberapa titik yang terpisah jauh, (2) tempat-tempat infeksi primer ini membentuk daerah infeksi dengan adanya infeksi berikutnya pada rambut akar, (3) jumlah rambut akar yang terinfeksi terus meningkat secara eksponensial sampai bintil yang pertama terbentuk diikuti oleh berkurangnya jumlah infeksii setelah itu, dan (4) tidak semua infeksi menghasilkan pembentukan bintil.

Ada dua cara masuk rhizobium ke dalam rambut akar (1) masuknya penerobos bentuk koloid kecil melalui celah dalam mikrofibril selulosa dan (2) invaginasi langsung dari sel rambut akar. Hipotesis invaginasi bertumpu pada landasan bahwa auksin dan enzim-enzim pektat pada permukaan perakaran berinteraksi untuk menghasilkan daerah lunak yang terlokalisasi pada rambut akar yang memudahkan pertumbuhhan ke dalam dinding sel rambut akar

Rhizobium tidak mampu menghasilkan pektinase atau selulose dalam media kultur yag di tambah dengan pectin atau selulose

Rekayasa Genetik pada Rhizobium

Tampaknya bahwa ruang lingkup perbaikan simbiosis legume-rhizobium tidak terlepas dari upaya perbaikan sifat genetic baik yang terdapat pada bakteri maupun pada tanaman inang. Penggabungan metode rekayasa genetic merupakan cara yang paling produktif. Perlu makin dipahami bahwa peristiwaa pembentukan signal yang terjadi selama perbaikan nodulasi, dalam rangka memanipulasi aspek simbiosis legume-rhizobium. Perbedaan karakter antara Rhizobium, Bradyrhizobium, dan azorhizobium adalah kesemuanya mampu memasuki ke dalam tanaman legume melalui simbiotik yang melangsungkan fiksasi nitrogen dari udara (Rahmawati, 2005).

Secara umum, fiksasi nitrogen biologis sebagai bagian dari input nitrogen untuk mendukung pertumbuhan tanaman telah menurun akibat intensifikasi pemupukan anroganik. Penurunan penggunaan pupuk nitrogen yang nyata agaknya hanya dapat dicapai jika agen biologis pemfiksasi nitrogen diintegrasikan dalam sistem produksi tanaman (Hindersah, 2004).

Tanah sehat dan subur merupakan system hidup dinamis yang dihuni oleh berbagai organism (mikro flora, mikro fauna, serta meso dan makro fauna). Organisme tersebut saling berinteraksi membentuk suatu rantai makanan sebagai manifestasi aliran energi dalam suatu ekosistem untuk membentuk tropik rantai makanan (Simarmata et al,2003). Dalam ekosistem tanah, tropik rantai makanan dimulai dari tropik level pertama, yaitu kelompok organisme (tanaman dan bakteri) produsen yang mampu memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber energinya. Selanjutnya diikuti oleh tropic kedua hingga ke tingkat tropik yang tertinggi. Hal ini berarti, bahwa kehadiran suatu organisme akan mempengaruhi keberadaan organisme lain secara langsung maupun tidak langsung. Kesehatan tanah dapat dievaluasi secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan indikator seperti kemampuan tanah sebagai media tumbuh tanaman maupun mikroba (Simarmata et al, 2003). Secara umum, rizosfir ekosistem tanah yang sehat akan dihuni oleh organisme yang menguntungkan yang memanfaatkan substrat organik dari bahan organik atau eksudat tanaman sebagai sumber energi dan nutrisinya. Sejumlah mikroba memegang peran penting pada tanah yang normal dan sehat, dan merupakan indikator dalam menentukan kualitas tanah. Mikroba tanah berperan dalam proses penguraian bahan organik, melepaskan nutrisi ke dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman, dan mendegradasi residu toksik (Sparling 1998). Selain itu, mikroba juga berperan sebagai agen peningkat pertumbuhan tanaman (plant growth promting agents) yang menghasilkan berbagai hormon tumbuh, vitamin dan berbagai asam-asam organik yang berperan penting dalam merangsang pertumbuhan bulu-bulu akar. Salah satu kelompok organisme yang penting dalam ekosistem tanah dan berperan sebagai agen peningkat pertumbuhan tanaman adalah rizobakteri yaitu bakteri yang hidup di rizosfir tanaman dan mengalami interaksi yang intensif dengan akar tanaman maupun tanah. Kesehatan biologis suatu tanah akan banyak ditentukan oleh dominasi (Hindersah, 2004).

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, M. 2009. Studi Isolasi bakteri Rhizobium yang diinokulasikan ke dalam Dolomit Sebagai Pembawa (Carrier) Serta Pemanfaatannya Sebagai Pupuk Mikroba. Departemen Kimia FMIPA USU Medan.

Gardner, FP et al. Fisiologi Tanaman Budidaya. 1991. UI Press. Jakarta.

Hindersah, R dan Tualar Simarmata. 2004. Potensi Rizobakteri Azotobacter dalam Meningkatkan Kesehatan Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran. Bandung. Jurnal natur Indonessia.

Rao, Subba. N. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. UI Press. Jakarta

Rahmawati, N. 2005. Pemamfaatan Biofertilizer Pada Pertanian Organik. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan