Rabu, 22 Desember 2010

Pengetahuan Lokal Agroforestry Mindi

Pengetahuan Lokal Teknik Silvikultur Agroforestry Mindi oleh Masyarakat Desa Selaawi, Kab. Garut, Jawa Barat

Oleh: Ridahati Rambey

Pendahuluan

Agroforestry merupakan salah satu teknik pengelolaan lahan yang menggabungkan tanaman pertanian dan kehutanan pada hutan rakyat. Jenis kayu yang telah dikembangkan pada hutan rakyat antara lain sengon, pulai, gmelina, mindi, kayu afrika dan kayu bawang. Biasaya masyarakat mempunyai teknik sendiri dalam mengelola lahannya dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu dan pangan.

Pengetahuan lokal mengenai ekologi, pertanian dan kehutanan yang terbentuk secara turun temurun dari nenek moyang mereka dan berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Pengetahuan lokal ini berupa pengalaman bertani dan berkebun serla berinteraksi lingkungannya. Pengetahuan local yang dimiliki petani bersifat dinamis, karena dapat dipengaruhi oleh teknologi dan informasi eksternal antara lain penyuluhan dari berbagai instansi, pengalaman petani dari wilayah lain, dan berbagai informasi melalui media massa (Mulyoutami et al,2004)

Demikian halnya dengan Desa Selaawi yang mempunyai pengetahuan local dalam teknik pengelolaan lahan, teknik perbanyakan tanaman dan teknik penanganan benih dalam rangka memenuhi kebutuhan bibit sendiri. Mayoritas penduduk Desa Selaawi merupakan petani agroforestry mindi. Pengetahuan ini terbentuk dari pengalaman petani dalam mengelola lahannya dari waktu ke waktu. Mindi merupakan salah satu jenis pohon yang menempati ekosistem kebun mereka yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pola pengelolaan lahan yang konservatif ditunjukkan oleh keanekaragaman jenis tumbuhan yang mengisi ekosistem kebun mereka. Permintaan kayu mindi sebagai bahan baku industri semakin meningkat setiap saat. Tantangan bagi pelaku pasar kayu mindi yaitu ketersediaan kayu mindi secara kontiniu. Untuk mengembangkan tanaman niindi dengan pola agroforestry. Desa Selaawi vang merupakan salah satu desa penghasil kayu mindi diharapkan dapat menyumbang kebutuhan pasar kayu mindi dengan tetap melestarikan sumberdaya lahan yang ada.

Dimensi perubahan sebagai suatu proses sangat berpengaruh pada corak pengelolaan sumberdaya alam khususnya dalam system pertanian lokal. Seringkali sistem pertanian local dapat memberikan ide yang potensial dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya yang ada secara lestari (Mulyoutami et al,2004).

Pengetahuan lokal petani dalam pengelolaan sumberdaya alam yang masih mengikuti kaidah konservasi patut untuk di dokumentasikan. Sabagai bahan masukan bagi pengelolan hutan yung lestari, misalnya dengan menerapkannya pada program-program hutan kemasyarakatan, perhutanan sosial, dan lain-lain. Karena petani merupakan pelaku utama dalam pengelolaan hutan yang mempunyai pengalaman langsung di lapangan. Praktek pengelolaan lahan dari waktu ke waktu juga dapat berubah seiring dengan pertambahan kebutuhan hidup dan perubahan sosial budaya. Oleh karena itu upaya penggalian pengetahuan lokal perlu dilakukan untuk menambah hasanah ilmu pengetahuan dalam pengelolaan sumberdaya alam.

Tujuan

1. Mengeksplorasi pengetahuan local teknik silvikultur agroforestry mindi

2. Mendeskripsikan pengetahuan local teknik silvikultur mindi yang diterapkan oleh masyarakat Desa Selaawi

3. Mengidentifikasi sifat fisik dan kimia tanah tempat tumbuh agroforestry mindi.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada lahan agroforestry yang terdapat di di Desa Selawi ,yang secara administrasi berada di Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut. Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive di lapangan pada lahan agroforestry yang

dikembangkan oleh petani. Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2010 sampai dengan Februari 2011.

Pengumpulan data (eksplorasi pengetahuan lokal) akan dilakukan melalui teknik wawancara mendalam (indepth interview), pengisian kuisioner, dan Focus Group Disscussion (FGD). Dilakukan terhadap beberapa orang informan kunci yang terlibat langsung dalam agrofoestry mindi. Jumlah responden yang akan ditentukan sesuai dengan jumlah yang terlibat dalam. kegiatan ini. Teknik penentuan sampel yang akan diwawancarai yaitu dengan snowball sampling. Penentuan sampel mula-mula jumlahnya kecil kemudian membesar, ibarat bola salju yang menggelinding yang lama-lama menjadi besar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu dua orang, tetapi karena dengan dua orang ini belum merasa lengkap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang sebelumnya. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak (Sugiyono, 2009).

Hasil dan Pembahasan

Pemilihan Pohon Induk

Pohon induk yang dipilih adalah pohon induk yang mempunyai ciri berbatang lurus, diameter 40 sampai dengan 60 cm. Tinggi pohon 17 sampai dengan 25 meter. Umur pohon mencapai 15 sampai 20 tahun. Tanaman sehat tidak terkena hama dan penyakit. Pohon induk berada di lahan petani. Pohon induk yang ada di Desa Selaawi sekitar 150 pohon yang tersebar di kebun petani. Buah matang secara fisiologis pada akhir Agustus sampai September setiap tahunnya.

Pemanenan Buah

Pemanenan buah biasanya dilakukan pada bulan agustus. Ciri buah yang matang secara fisiologis yaitu buah dengan warna kekuningan. Biasanya masa berbuah, pohon mindi mulai menggugurkan daun sampai semua buah jatuh dari pohon. Pemanenan buah dilakukan dengan cara memanjat pohon. Sebelum pohon induk dipanjat di sekitar bawah tegakan terlebih dahulu di bersihkan, hal ini bertujuan agar buah yang jatuh mudah untuk dikumpulkan. Satu pohon induk biasanya menghasilkan satu sampai dua karung buah. Biasanya satu orang pemanjat pohon induk hanya mampu menghasilkan 2 karung buah.

Ekstraksi Buah

Cangkang mindi sangat keras sehingga dalam membelah biji biasanya menggunakan golok. Ada dua cara yang dilakukan dalam mengambil biji dari cangkang buah mindi, yang pertama adalah dengan memotong langsung secara melintang kemudian biji yang sudah kelihatan lengket di cangkang dicabut pakai pinset. Cara yang kedua adalah dengan proses ekstraksi terlebih dahulu. Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan palu atau golok. Proses ekstraksi dilakukan dengan menghilangkan daging buah dengan cara diiris melintang. Setelah daging buah lepas, kemudian akan didapatkan cangkang mindi. Setelah itu dilakukan penjemuran rutin selama 3 hari. Setelah 3 hari cangkang mindi mulai retak, dari sela retakan tersebut dicongkel dengan menggunakan bantuan golok dan pisau congkel. Teknik pemecahan dengan menggunakan golok ini harus berhati-hati disebabkan karena benih mindi sangat lembek dan mudah rusak.

Menurut petani, Cara pengambilan biji mindi dari cangkangnya adalah dengan cara yang kedua. Alasannya adalah biji tidak banyak yang mengalami kerusakan atau cacat dibandingkan dengan di belah langsung. Biji yang cacat terkena pisau tidak bisa dipakai sebagai benih dalam persemaian karena kalau benih cacat tersebut datanam akan mengalami kematian pada fase persemaian. Dalam kegiatan pengeluaran biji dari buah satu orang petani hanya mampu mengumpulkan satu gelas dalam sehari. Satu gelas setra dengan 200 gram.

Pemilihan benih berupa biji yang baik dilakukan dengan perendaman biji tersebut di dalam air. Biji yang berkualitas baik akan tenggelam dan berwarna hitam. Biji tersebut kemudian di kering anginkan selama 3 hari dan siap untuk disemaikan. Biji mindi yang sudah dikeluarkan dari cangkangnya hanya bertahan selama 3 bulan. Setelah 3 bulan biasanya benih mindi sudah tidak baik lagi. Semakin lama benih disimpan persen tumbuh di persemaian semakin menurun.

Perbanyakan Tanaman

Perbanyakan Secara Generatif

Teknik persemain mindi sebenarnya tidak begitu sulit, namun kesulitan terbesar dalam hal mengeluarkan biji dari cangkang. Hal ini yang menyebabkan tidak banyak petani yang mau melakukan persemaian mindi. Petani Desa Selaawi biasanya membeli benih dari satu petani yaitu Pak Surahman (41 tahun). Dalam pembuatan persemaian pak Surahman tidak sendiri namun di bantu dengan petani lainnya.

Setelah benih terkumpul, persiapan bedeng dan media semai dapat dilakukan. Bedeng semai di buat dengan ukuran 50 cm x 20 m. Media semai terdiri dari tanah yang dicampur dengan sekam padi dengan perbandingan 1:1. Sekam padi bertujuan untuk menggemburkan tanah, sehingga dalam pencabutan semai tidak mengalami kesulitan. Setelah itu benih ditabur sampai merata lalu ditutup dengan campuran tanah dan sekam padi. Setelah penaburan dilakukan bedeng semai disemprot dengan menggunakan pestisida kimia untuk melindungi semai dari serangan hama. Setelah itu bedeng semai ditutup dengan plastik sampai 10 hari. Biasanya proses penyapihan berlangsung selama 2,5 bulan (10 liter liter benih yang disemai).

Perbanyakan Vegetatif:

Perbanyakan secara vegetatif juga dilakukan, namun persen tumbuhnya sangat rendah. Teknik yang dilakukan dalam melakukan perbanyakan vegetatif adalah dengan cara stek. Persen tumbuhnya sangat rendah hanya sekitar 25%. Bahan stek biasanya diambil dari bibit yang tingginya 30 cm. Pucuk yang di stek langsung di tanam di polybag dan tidak dilakukan penutupan dengan plastik.

Pengolahan Tanah

Desa Selaawi memiliki kemiringan di atas 15 %, jika tidak dikelola dengan kondisi biofisik setempat sangat rentan terhadap longsor. Masyarakat mengelola lahan dengan membuat teras searah garis kontur. Pada awal pengelolaan tanah dilakukan pembuatan teras, kemudian dilakukan penggemburan agar tanah menjadi longgar dengan tujuan unsur hara dan air terserap optimal. Pengelolaan tanah dilakukan pada saat musim kemarau, biasanya dilakukan pada bulan juli. Rumput yang dipotong keudian di timbun di tanah dengan tujuan sebagai pupuk kompos. Pembakaran pada saat pembukaan lahan tidak dilakukan. Setelah pengolahan tanah dilakukan biasanya di tanami dengan tanaman semusim.

Penanaman

Petani Selaawi dalam melakukan penanaman pada saat musim penghujan yaitu pada saat bulan oktober setiap tahunnya. Penanaman mindi di Desa Selaawi dalam jumlah besar dilakukan mulai tahun 2007. Sebelumnya, sengon menjadi kayu andalan petani. Namun karena banyaknya serang hama dan penyakit pada sengon seperti kanker batang menyebabkan pemilihan jenis bergeser. Pemilihan jenis tanaman oleh masyarakat adalah kayu cepat tumbuh seperti mindi dan sengon. Ada empat jenis tanaman yang mendominasi di kebun petani yaitu mindi, sengon, kayu afrika dan tissuk. Kayu afrika dan tissuk tumbuh secara alami di kebun petani, lalu kemudian di lakukan pemeliharaan hingga menghasilkan kayu yang dapat di produksi.

Ada beberapa tahapan penanaman:

1. Mindi Usia 1 sampai 3 tahun: di bawah tegakan ditanami dengan palawija. Hal ini disebabkan tanaman semusim masih mendapatkan sinar matahari penuh.

2. Mindi usia 3 tahun : di bawah tegakan di tanami dengan tanaman kopi dan kapolaga. Pada usia 3 tahun penutupan tajuk sudah mulai rapat.

Jarak tanam umumnya 3 x 3 meter. Penanaman yang dilakukan cukup rapat hal ini bertujuan agar pohon tidak roboh oleh terpaan angin. Disamping itu hasil kayunya lurus dan tinggi bebas cabang. Tanaman tepi yang digunakan biasanya aren dan serai. Penanaman serai dilakukan untuk mengusir hama dan penyakit serta menguatkan tanah agar tidak terjadi erosi. Menurut Balitbang Kehutanan Jakarta (2001) mindi dapat di tanam dengan ukuran 2 x 2 atau 2 x 3, tetapi di Paraguay mindi di tanam dengan jarak 4 x 4 m untuk produksi kayu. Tanaman mindi di Thailand ditumpang sarikan dengan tanaman ketela pohon, jagung, shorgum, kopi, jambu mete, pisang, nenas dan lainnya.

Salah satu kelebihan mindi di lapangan, pohon mindi jarang di serang oleh hama karena daunnya yang berbau khas. Selain itu mindi yang sudah di tebang biasanya akan tumbuh lagi dari bekas tebangan. Sehingga satu pohon mindi penebangan dapat dilakukan sebanyak dua sampai tiga kali.

Pemeliharaan Tanaman/Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan pupuk organik maupun kimia. Pupuk yang digunakan seperti urea dan TSP dan pupuk kadang yang berasal dari kotoran sapi dan kotoran ayam. Pemupukan dilakukan pada saat musim hujan hal ini bertujuan agar pupuk dapat meresap ke dalam tanah. Biasanya pemupukan tanaman mindi dilakukan 3 bulan sekali selama 1 tahun. Setelah pohon mindi berumur satu tahun pemupukan tidak perlu lagi dilakukan. Satu pohon mindi biasanya dipupuk sebanyak 2 kg kotoran hewan per batang.

Pemeliharaan Tanaman (Penyiraman, Penyiangan, dan Pemangkasan)

Kegiatan penyiraman hanya dilakukan pada tanaman semusim sedangkan pada tanaman berkayu tidak dilakukan penyiraman. Penyiraman tanaman semusim dilakukan pada sore hari pada saat musim kemarau.

Penyiangan dilakukan untuk membersihkan pohon dari gulma. Kegiatan penyiangan dilakukan setiap empat bulan sekali. Sisa hasil penyiangan kemudian ditimbun dalam tanah yang bertujuan agar sampah terdekomposisi di dalam tanah. Penyiangan dilakukan pada musim kemarau.

Kegiatan pemangkasan secara umum tidak dilakukan di Desa Selaawi karena biasanya tanaman mindi mempunyai system prunning sendiri. Biasanya cabang-cabang tua tanaman mindi akan jatuh sendiri sehingga tidak diperlukan pemangkasan. Demikian halnya dengan pohon sengon jika dilakukan pemangkasan justru akan mengakibatkan bekas luka tanaman yang dipangkas gampang terserang hama dan penyakit melalui bekas luka pada pohon. Serangan hama pada tanaman semusim misalnya patek atau hama buah pada tanaman cabe. Hama menyerang buah sehingga buah akan menjadi hitam dan tidak dapat diproduksi lagi.

Pengendalian hama dan penyakit

Serangan hama pada tanaman semusim seperti jahe (jahe mengalami kebusukan disebabkan oleh ulat yang menyerang umbi jahe). Tingkat serangan biasanya sampai 30%. Hama yang terdapat pada tanaman berkayu yang paling banyak adalah menyerang tanaman sengon. Hama yang biasa menyerang pohon sengon adalah hama penggerek batang dan penyakit kanker batang. Biasanya tanaman umur satu tahun sudah mulai diserang sehingga pabila penanganan nya lambat akan berakibat tanaman akan mati.

Pemanenan Kayu

Kayu mindi dapat di panen pada usia 5 tahun, demikian juga halnya dengan kayu afrika dan sengon. Log kayu biasanya di potong dengan ukuran panjang 4 meter. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan alat chainsow. Hasil pemanenan kayu dapat di jual atau dapat juga digunakan untuk kebutuhan sendiri seperti untuk pembuatan rumah, kandang ternak, dll. Jenis kayu yang disukai oleh masyarakat dalam pembuatan rumah adalah jenis kayu yang berasal dari kayu mindi karena mempunyai zat anti rayap. Kayu yang untuk digunakan sendiri biasanya setelah di tebang di jemur terlebih dahulu hingga kering untuk menghindari pelapukan kemudian setelah itu di simpan di sekitar rumah sehingga terhindar dari terpaan hujan, dengan tujuan agar kayu tidak rusak.

Daftar Jenis pohon Komersial di Desa selaawi

No

Nama Lokal

Nama Latin

Family

Harga per m3

1.

Mindi

Melia azedarach L

Meliaceae

Rp. 700.000/m3

2.

Tissuk

Hibiscus cannabinus

Malvaceae

Rp. 900.000/m3

3.

Afrika

Maesopsis eminii Engl.

Rhamnaceae

Rp. 700.000/m3

4.

Sengon

Paraserianthes falcataria

Mimosaceae

Rp. 700.000/m3

5.

Mahoni

Swietenia mahagoni

Meliaceae

-

6.

Jabon

Antocephalus cadamba

Rubiaceae

-

7.

Suren

Toona sureni

Meliaceae

Rp. 700.000/m3

8.

Manglid

Manglieta glauca


Rp.1.200.000/m3

9.

Aren

Arenga pinata

Araceae


10.

Eucaliptus

Eucalyptus sp


Rp.1.200.000/m3

11.

12.

Pala

Cengkeh

Myristica fragrans Houtt


Rp. 80.000/ kg

DAFTAR PUSTAKA

Afrizon, 2009. Pengelolaan Agroekosistem lahan Kering. Jurnal Lingkungan . (publication).

http/uwityangyoyo. wordpress. com. 22 February 2010

Anonim, 2001. Mindi. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan.

Jakarta.

Bramasto, Y. 2008. Tehnik Penagangan Benih Tanaman Hutan Hasil Panen. Jurnal Balai

Penelitian Teknologi Perbenihan. Bogor.

De Foresta, Kusworo A, Michon G, Djatmiko A. 2000. Ketika Kebun Berupa Hutan- Agrofestri Khas Indonesia-Sumbangan Masyarakat bagi pembangunan berkelanjutan. Bogor: Intenational Centre for Research in Agroforestri.

Dixon JH et al. 2001. Agroforestry Knowledge Toolkit for Windows (WinAKT): Methodological Guidelines, Computer Software and manual. Bangor: School of

Agricultural and Forest Science. University of Wales.

.

Hendromono, 2001. Silvikultur Mindi. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Departemen Kehutanan. Jakarta.

Hilmanto, R. 2009. Local Ecological Knowledge dalam Teknik Pengelolaan Lahan Pada Sistem

Agroforestri (Kasus di Dusun Lubuk Baka, Kabupaten Pesarawan, Propinsi Lampung.

Tesis Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.

Irwanto. 2007. Budidaya Tanaman Kehutanan. www.irwantoshut.com. 22 Februari 2010

Kosasih, A S, Bogidarmanti dan Rustaman, B. 2006. Silvikultur Hutan Tanaman Campuran.

Prosiding Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Bogor.

Mulawarman, dkk, 2002. Pengelolaan Benih Pohon. International Center for Research in

Agroforestry dan Winrock Intemational. Bogor.

Mulyoutami, et al. 2004. Pengetahuan Lokal Petani dan Inovasi Ekologi dalam Konservasi dan

Pengolahan Tanah pada Pertanian Berbasis Kopi di Sumberjaya, Lampung Barat.

ICRAF Bogor.

PP Menteri Kehutanan Nomor: P.7/Menhut-V12007 Tentang Perubahan Atas Peraturan menteri

Kehutanan Nomor P. 8 1 /Ivfenhut -V 12006 Tentang Penyelenggaraan dan Sasaran Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan lahan tahun 2006.

Rohsetko, J.M, dkk, 2004.Benih untuk Rakyat. Kerjasama Direktorat Perbenihan Tanaman

Hutan IFSP, Wrld Agroforestry Center-ICRAF, dan Bina Swadaya. Suplemen Gedeha

Edisi XIV Tahun 2004.

Ruhimat, IS, 2005. Strategi Penerapan Sistem Agroforestry dalam Pembangunan Hutan Tanaman, Jurnal Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman Indonesia Bagian

Timur. Banjar Baru, Indonesia. Vol l/Nomor l, Januari, 2005.

Sardjono, MA, et al. 2003. Klasifikasi dan pola Kombinasi komponen Agroforestry. ICRAF.

Bogor.

Sugiyono, 2009.Metode Penelitian Kuantitatif Kualiitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung.

Suita E, dkk. 2008. Penentuan Kriteria -urut\ Fisiologis Buah mindi (Melia azedarach) Berdasarkan Sifat-Sifat Fisik, Fisiologis dan Biokimia. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman

Vol.5 No.2, Juli 2008.

Sukandi, T, dkk. 2002. Informasi Teknis Pola Wanatani (Agroforestry). Pusat Litbang Hutan dan

Konservasi Alam Badan Litbang Kehutanan. Bogor.

Sulastiningsih, IM , Hadjib, N. 2001. Mindi: Kegunaan. Badan Penelitian dan Pengembangan

Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Sunaryo dal Joshi, L. 2003. Peranan Pengetahuan Ekologi Lokal dalam Sistem Agroforestry.

ICRAF Bogor.

Wardani, M, 2001. Mindi: Morfologi, Persebaran dan Tempat Tumbuh. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar